Pertanian modern sering kali dihadapkan pada dilema penggunaan pestisida. Di satu sisi, pestisida dianggap efektif untuk menekan hama dan gulma, tetapi di sisi lain, dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan sangat meresahkan. Oleh karena itu, penting bagi petani untuk menerapkan strategi tanpa pestisida berlebihan melalui pengelolaan gulma yang cerdas. Pada hari Selasa, 22 April 2025, di sebuah pertemuan kelompok tani di Desa Sukamaju, seorang pakar pertanian terpadu, Ibu Rina, menegaskan bahwa kunci keberhasilan panen bukan hanya pada seberapa banyak pestisida yang digunakan, melainkan seberapa efektif petani mengelola gulma sebagai kompetitor utama tanaman. Gulma yang tidak terkendali dapat merebut nutrisi, air, dan cahaya matahari dari tanaman utama, sehingga pertumbuhan terhambat dan hasil panen menurun.
Pendekatan pengelolaan gulma cerdas dimulai dari pemahaman mendalam tentang siklus hidup gulma dan interaksinya dengan tanaman. Salah satu metode yang efektif adalah penyiangan manual, yang dilakukan secara rutin sebelum gulma menghasilkan biji. Penyiangan ini sangat vital untuk memutus siklus perkembangbiakan gulma. Petugas lapangan dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) mencatat bahwa di lahan demonstrasi seluas satu hektare, penyiangan manual yang dilakukan setiap dua minggu berhasil menekan populasi gulma hingga 80%, yang berujung pada peningkatan hasil panen padi sebesar 10% pada musim tanam 2025. Metode ini, meskipun membutuhkan tenaga kerja, dianggap lebih ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu kimia.
Selain penyiangan manual, penggunaan mulsa juga menjadi bagian integral dari strategi tanpa pestisida berlebihan. Mulsa, baik dari bahan organik seperti jerami atau sisa panen, maupun anorganik seperti plastik, berfungsi sebagai penutup permukaan tanah. Penutup ini menghalangi sinar matahari mencapai gulma, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Di samping itu, mulsa juga membantu menjaga kelembaban tanah, mengurangi penguapan air, dan meningkatkan kesuburan tanah seiring waktu jika menggunakan mulsa organik. Sebuah laporan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah, yang dirilis pada 28 Mei 2025, menyebutkan bahwa penggunaan mulsa jerami pada tanaman jagung di Kabupaten Temanggung tidak hanya mengurangi pertumbuhan gulma secara signifikan, tetapi juga menghemat 30% air irigasi.
Pada akhirnya, strategi tanpa pestisida berlebihan adalah sebuah komitmen untuk pertanian yang lebih sehat dan berkelanjutan. Dengan mengombinasikan berbagai metode seperti penyiangan manual dan penggunaan mulsa, petani dapat meminimalkan ketergantungan pada herbisida kimia. Pendekatan terpadu ini tidak hanya mengurangi biaya produksi dan menjaga kualitas produk, tetapi juga melindungi kesehatan petani dari paparan bahan kimia berbahaya. Selain itu, konsumen kini semakin sadar akan pentingnya produk pangan yang bebas dari residu pestisida. Oleh karena itu, penerapan pengelolaan gulma yang cerdas menjadi nilai tambah yang dapat meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar. Ini adalah langkah bijak untuk masa depan pertanian Indonesia yang lebih hijau dan produktif.