Peningkatan jumlah penduduk dan laju pembangunan yang pesat telah memicu sebuah tantangan serius: menyusutnya lahan pertanian. Fenomena ini menjadi ancaman nyata terhadap ketahanan pangan nasional. Lahan subur yang seharusnya digunakan untuk menanam padi, jagung, dan komoditas pangan lainnya kini sering beralih fungsi menjadi area perumahan, kawasan industri, atau infrastruktur. Tanpa strategi yang jelas dan terstruktur untuk melindungi lahan pertanian yang tersisa, Indonesia berisiko kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, yang dapat berujung pada ketergantungan impor dan kerawanan pangan.
Salah satu penyebab utama penyusutan lahan adalah konversi lahan besar-besaran. Ketika harga tanah di perkotaan melambung, banyak pengembang beralih ke area pinggir kota yang umumnya masih berupa sawah atau perkebunan. Proses ini terjadi secara masif dan seringkali tidak terkendali. Pada hari Rabu, 17 Januari 2026, Dinas Pertanian di salah satu provinsi melaporkan bahwa sekitar 5.000 hektar lahan pertanian produktif telah beralih fungsi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Data ini mencerminkan betapa mendesaknya masalah ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dan berbagai pihak terkait telah menyusun strategi perlindungan lahan pertanian abadi (LP2B). Strategi ini mencakup penetapan peraturan dan zonasi yang ketat. Di beberapa daerah, telah ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang konversi lahan pertanian di area-area tertentu yang dianggap vital. Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat dikenakan sanksi berat, termasuk denda dan pidana. Bahkan, pada Senin, 20 November 2025, aparat kepolisian bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan penertiban terhadap proyek pembangunan yang tidak memiliki izin dan melanggar zona LP2B, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga lahan produktif.
Selain regulasi, strategi lain adalah dengan memberikan insentif kepada petani yang mempertahankan lahannya. Insentif ini bisa berupa subsidi pupuk, bibit unggul, atau dukungan modal untuk meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, petani tidak hanya terdorong untuk tetap bertani, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa harus menjual lahannya. Inovasi teknologi pertanian juga berperan penting. Dengan teknik smart farming dan penggunaan benih unggul, petani dapat meningkatkan hasil panen dari lahan yang ada, sehingga tidak perlu memperluas area tanam. Sebuah laporan dari Balai Penyuluhan Pertanian pada 5 Desember 2025, mencatat bahwa penggunaan benih tahan penyakit telah meningkatkan hasil panen padi di wilayah X sebesar 20%, membuktikan bahwa teknologi dapat menjadi solusi efisiensi lahan.
Secara keseluruhan, melindungi lahan pertanian abadi adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Tantangan penyusutan lahan memang besar, tetapi dengan komitmen pemerintah, kesadaran masyarakat, dan dukungan inovasi, kita dapat memastikan bahwa lahan-lahan subur ini tetap lestari dan mampu menyediakan pangan bagi generasi mendatang.