Bibit Mandiri: Strategi Nasional untuk Mengurangi Ketergantungan Impor Benih

Kedaulatan pangan sebuah negara tidak akan pernah tercapai sepenuhnya jika masih bergantung pada pasokan benih (bibit) dari luar negeri. Ketergantungan impor benih, terutama untuk komoditas strategis, menempatkan sektor pertanian nasional pada posisi yang rentan terhadap fluktuasi pasar global dan geopolitik. Oleh karena itu, membangun “Bibit Mandiri” adalah sebuah keharusan, dan menjadi bagian integral dari Strategi Nasional jangka panjang untuk memperkuat ketahanan pangan. Upaya ini berfokus pada pengembangan, produksi, dan distribusi benih unggul lokal yang adaptif terhadap agroklimat Indonesia, mengurangi ketergantungan pada benih impor yang belum tentu cocok dengan kondisi tanah dan iklim lokal.

Pilar pertama dari Strategi Nasional Bibit Mandiri adalah revitalisasi lembaga penelitian dan pemuliaan tanaman lokal. Pemerintah, melalui institusi seperti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), harus mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk program pemuliaan yang intensif. Pemuliaan tidak hanya bertujuan menghasilkan varietas dengan hasil tinggi, tetapi juga yang tahan terhadap hama dan penyakit endemik Indonesia, seperti virus kerdil pada padi atau layu fusarium pada cabai. Proses pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul baru sering memakan waktu bertahun-tahun, sehingga investasi harus dilakukan secara berkelanjutan dan terfokus.

Pilar kedua adalah penguatan industri benih dalam negeri, khususnya bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Selama ini, pasar benih sering didominasi oleh perusahaan multinasional. Strategi Nasional harus mencakup dukungan permodalan, transfer teknologi, dan pelatihan bagi produsen benih lokal. Contohnya adalah program sertifikasi benih yang lebih efisien dan terjangkau, yang menjamin kualitas benih yang diproduksi oleh petani penangkar. Pada tahun 2024, Kementerian Pertanian meluncurkan program akselerasi sertifikasi untuk 10 varietas unggul lokal padi, menargetkan produksi benih mandiri sebesar 80% dari kebutuhan nasional dalam tiga tahun.

Pilar ketiga adalah kemitraan yang erat antara peneliti, produsen, dan petani pengguna. Petani, sebagai pengguna akhir, harus diikutsertakan dalam uji coba varietas baru. Uji coba lapangan (pilot project) varietas padi tahan kekeringan, misalnya, dilakukan di 50 titik lokasi lahan kering di seluruh Indonesia pada musim tanam pertama 2025. Data dan masukan dari petani di lapangan sangat penting untuk menyempurnakan adaptasi varietas. Dengan implementasi Strategi Nasional yang komprehensif ini, Indonesia tidak hanya akan menghemat devisa yang dikeluarkan untuk impor benih, tetapi yang lebih penting, akan mencapai kedaulatan pangan sejati yang berkelanjutan, di mana kebutuhan bibit dapat dipenuhi oleh sumber daya dan inovasi dalam negeri sendiri.